Serang - Peredaran obat keras Golongan G jenis Tramadol dan Hexymer di Provinsi Banten ibarat air yang mengalir di sungai, tak pernah berhenti.
Pasalnya, Aparat Penegak Hukum (APH) dalam hal ini Kepolisian, tidak sedikit mengungkap kasus penjualan obat Tramadol dan Hexymer, namun masih saja ditemukan ada penjualan obat keras tersebut dengan berbagai macam kedok. Ada yang berkedok toko kosmetik, ada juga yang berkedok toko sembako bahkan kali ini ditemukan dengan berkedok toko variasi/aksesoris motor.
Hal itu diungkapkan oleh awak media yang pada saat itu sedang melintas di Jl. Raya Karang Bolong, Cikoneng Anyar Kabupaten Serang.
"Beberapa hari yang lalu, kebetulan kami mau mengantar teman kami ziarah ke makam orang tuannya di daerah Cibaru Anyar, pas sampai daerah Cikoneng tepat di depan toko variasi kami berhenti karena mau menanyakan aksesoris. Disaat itu juga kebetulan ada pemuda yang hendak bertransaksi, " kata Dayat.
Lanjutnya, "Kami lantas menanyakan apa yang mereka simpan di dalam kotak coklat kecil. Setelah itu, salah satu dari mereka membuka kotak tersebut dan memperlihatkan kepada kami apa yang dijualnya. Saat kami sedang foto-foto dan mencoba komunikasi tentang kepemilikan toko tersebut, 2 orang yang ada di tempat pergi tanpa pamit".
Kuat dugaan nama oknum pengusaha obat-obatan tersebut adalah orang yang berpengaruh di dunia usaha tersebut, bahkan berhasil bertransaksi dengan lancar sampai saat ini dan diduga para pengusaha obat-obatan yang tanpa izin edar ini telah melanggar UU Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan.
"Pada kenyataannya penjualan Tramadol dan Hexymer menjadi-jadi semakin menggila, seolah surga bagi pengusaha yang bertransaksi demi meraup keuntungan dari obat Keras Golongan G tersebut. Seperti yang kami temukan di toko tersebut ada sekitar hampir 2.000 butir Tramadol dan Hexymer yang kami temukan dan kemudian kami serahkan ke Polsek Anyar, " ucapnya.
Ditemui di tempat terpisah, Sekretaris Umum Dewan Perwakilan Pusat (DPP) Perkumpulan Anti Narkotika Indonesia (PERANK INDONESIA) Roy Tamami sangat menyayangkan maraknya peredaran obat keras Golongan G jenis Tramadol dan Hexymer.
"Tramadol merupakan obat dalam golongan daftar G atau Gevaarlijk alias berbahaya. Untuk memperolehnya harus dengan resep dokter ditandai dengan lingkaran merah bergaris tepi hitam dengan tulisan huruf K di dalamnya, " terangnya.
"Seharusnya obat jenis tersebut mulai dari pembuatannya sampai pemakaiannya diawasi dengan ketat oleh pemerintah dan hanya boleh diserahkan oleh apotek atas resep dokter. Tiap bulan apotek wajib melaporkan pembelian dan pemakaiannya pada pemerintah, " lanjutnya.
Roy meminta APH bertindak tegas dalam memberantas peredaran obat-obatan keras tersebut.
"Jangan sampai APH menerima koordinasi dari para pengusaha obat-obatan keras Golongan G, tindak tegas para pengedar obat-obatan yang jelas sudah tidak mengantongi izin jual dan tentunya merusak generasi muda. Tentunya ini menjadi tugas bersama APH dengan stakeholder terkait diantaranya Dinkes, BPOM, MUI juga pemerintahan setempat, baik dari Kecamatan maupun dari Desa yang melibatkan para tokoh masyarakat untuk memberantas peredaran dan penyalahgunaan obat-obatan Golongan G tersebut, " tutupnya.